Siapa yang tidak tahu Ir Soekarno ? seorang presiden, seorang pejuang, seorang pahlawan dan seorang bapak bangsa. Ke'eksisan presiden pertama negara Indonesia ini tidak hanya mencakup di seluruh indonesia, seluruh negara Asia dan Eropa pun mengetahui siapa itu Ir. Soekarno, bahkan Amerika Serikat yang katanya salah satu negara terbesar didunia pun mengetahui siapa sebenarnya itu Ir. Soekarno.
Nama
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno oleh orang tuanya.Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna.Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah, selain itu tidak mudah untuk mengubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Achmad Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?” karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga.
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?” karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga.
Sukarno menyebutkan
bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa
versi lain, disebutkan pemberian nama
Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal
Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan
pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.
Dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat
Indonesia (terjemahan Syamsu
Hadi. Ed. Rev. 2011. Yogyakarta: Media Pressindo, dan Yayasan Bung Karno, ISBN
979-911-032-7-9) halaman 32 dijelaskan bahwa namanya hanya
"Sukarno" saja, karena dalam masyarakat Indonesia bukan hal yang
tidak biasa memiliki nama yang terdiri satu kata.
Kehidupan Soekarno
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang
bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan
ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya
bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan
dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam.
Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno
lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java(Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921, bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan tamat pada tahun 1926. Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa". Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang.

Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java(Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921, bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan tamat pada tahun 1926. Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa". Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang.
Karir Politik
Masa Pergerakan Nasional
Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal
ketika dia menjadi anggota Jong Java cabang
Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang
Jawa-sentris dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan
tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya
Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato menggunakan bahasa
Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia mencetuskan perdebatan
sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java diterbitkan dalam bahasa
Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda.
Pada tahun 1926,
Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang
merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang
didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya
ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di
Yogyakarta dan esoknya dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun 1930 ia
dipindahkan ke Sukamiskin dan
pada tahun itu ia memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi),
hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932,
Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan
dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933,
dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan
oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat
dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga
tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang
pada tahun 1942.
Masa Penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945),
pemerintah Jepang sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia
terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di
Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan
tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang
begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang
memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti
Soekarno, Mohammad Hatta, dan
lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik
hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI,
tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan
lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh
nasional bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah
seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis
yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan
menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski
sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin
serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di
antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk
merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir
ke Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki
Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad
Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga
tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan
pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia
itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia
diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan
Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa
proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi
bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang, antara lain dalam
kasus romusha.
Masa Perang Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh
para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul
Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera
memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi
kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan
Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan
menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang
adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni
dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan,
bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama
kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al
Qur-an.
![]() |
Proklamasi Kemerdekaan Negara Indonesia (17 Agustus 1945) |
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad
Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil
presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan
Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada
tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih
bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin
oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison
akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden
Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi
yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa
10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S
Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota
Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan
pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah
kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single
executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah
menjadi semipresidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai
Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan.
Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat
pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar
Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Masa Kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno
diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta
diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia
diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal
sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang
ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS
kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi
Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan
kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah
presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah
dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih
kuat di kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana
menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur
jagung" membuat Presiden Soekarno kurang memercayai sistem multipartai,
bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga
ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas
pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan
Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan
gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan
nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil
inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasasila
Bandung. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan
dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat
yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah
peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam penyelesaian
konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal
Nehru (India) ia mengadakan Konferensi
Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh
kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik
berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah,
yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula,
banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila
ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang
bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai
negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
Masa Keterpurukan
Kesehatan
Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah
dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964.
Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan
agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih
pengobatan tradisional. Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya
meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status
sebagai tahanan politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma
Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat,
pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar
Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama
kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr.
Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono
Kertopati.
Situasi politik Indonesia menjadi
tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang
dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965.
Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi
walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan
Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan
aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang
salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk
membubarkan PKI karena bertentangan dengan
pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno
yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Lima bulan
kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang
ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan perintah
kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang
perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat
tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat
menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan
menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua
Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP
MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai
pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden
berhalangan.
Soekarno kemudian
membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S
pada Sidang Umum ke-IV MPRS. Pidato tersebut berjudul
"Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966. MPRS
kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato
"Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10
Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16
Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya
pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan
Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat
tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan
Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan
Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat
Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan
umum berikutnya.
Sakit Hingga Meninggal

Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut :
1. Pada
hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir.
Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2. Tanggal 21
Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan
kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi
keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu
Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota Blitar,
Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat
Keppres RI No. 44 tahun 1970. Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah
kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya.
Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean
sebagai inspektur upacara. Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama
tujuh hari.
Berikut dibawah ini adalah cuplikan video riwayat hidup Ir. Soekarno :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Saran dan Kritik Anda